Polisi Buru Pengecer Penyelundupan 20 Ton Pupuk Subsidi Antar Pulau

TBNews.ntb. – Penyidik Reskrim Polres Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), masih mendalami kasus penyelundupan pupuk bersubsidi jenis urea diduga seberat 20 ton dari Kecamatan Lunyuk, Kabupaten Sumbawa menuju Pulau Lombok.

“Kasus masih tahap penyelidikan, setelah kami dalami pupuk tersebut berjumlah total 20 ton, angka 12 ton kemarin hanya perkiraan saat diperiksa di lapangan. Saat ini sopir truk masing-masing berinisial DS dan MH masih kami amankan,” kata Kasat Reskrim Polres Sumbawa Barat, Iptu Aby Satya Darma Wiratmaja, saat dikonfirmasi Senin (15/1/2024).

Ia menjelaskan, sejauh ini sudah menerjunkan tim penyidik ke Sumbawa untuk mencari pemilik dan pengecer pupuk tersebut.  Menurut laporan, orang yang diincar itu ada di Kecamatan Lunyuk dan Kecamatan Moyo Hulu, Kabupaten Sumbawa. Penelusuran, sambungnya, dilakukan berdasarkan keterangan pengemudi truk.

“Kami sudah turun ke Sumbawa untuk menelusuri pemilik pupuk tersebut untuk penanganan lebih lanjut,” sebutnya.

Dia pun meyakinkan, penanganan kasus itu masih di tahap penyelidikan dan mengumpulkan keterangan para saksi termasuk pembeli yang ada di Lombok. Jika ditemukan adanya perbuatan pidana di kasus itu, pihaknya pasti akan melakukan penanganan lebih lanjut. 

“Kami masih kumpulkan alat bukti dulu baru bisa penetapan tersangka dan kasus akan digelar perkara,” jelas Abisatya. 

Baca Juga : Penyelundupan Pupuk Bersubsidi Berhasil Digagalkan Polisi di NTB

Sebelumnya, kepolisian Sektor (Polsek) Kawasan Pelabuhan Laut Poto Tano (KPL) Sumbawa Barat, menggagalkan upaya penyelundupan pupuk bersubsidi jenis urea yang akan diselundupkan ke pulau Lombok, Kamis, 11 Januari 2024 sekitar pukul 03.20 Wita.

Pengungkapan kasus itu berawal dari adanya informasi terkait penyelundupan pupuk bersubsidi jenis urea melalui pelabuhan Poto Tano. Sesuai aturan, pupuk subsidi ini dilarang keras diperjualbelikan secara umum. Apalagi pupuk tersebut diambil dari satu wilayah kemudian dijual ke wilayah lain.

“Kasus ini masih kami kembangkan terus dan tentunya sangat kami sesalkan, kenapa karena ini merugikan petani,” pungkas Abisatya.