Polri Bekuk Jaringan Grup Facebook “Fantasi Sedarah”, Ungkap Konten Kejahatan Siber
22 May 2025 - 12:17 WITA
tribratanews.ntb.polri.go.id. – Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri bersama Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya berhasil mengungkap kasus kejahatan siber serius yang melibatkan penyebaran konten pornografi dan eksploitasi seksual terhadap anak-anak melalui media sosial.
Dalam konferensi pers yang digelar pada Rabu (21/5), Direktur Tindak Pidana Siber Brigjen Himawan Bayu Aji mengumumkan bahwa sebanyak enam orang tersangka telah diamankan dari sejumlah wilayah di Indonesia, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung, dan Bengkulu.
“Tersangka yang ditangkap berinisial MR, DK, MS, MJ, MA, dan KA. Mereka memiliki peran berbeda dalam penyebaran konten asusila melalui dua grup Facebook bernama Fantasi Sedarah dan Suka Duka,” ungkap Himawan.
Tersangka MR diketahui sebagai pencipta dan admin utama grup “Fantasi Sedarah” sejak Agustus 2024. Sementara lima tersangka lainnya merupakan anggota aktif yang terlibat langsung dalam menyebarkan dan memproduksi konten asusila yang menyasar anak-anak sebagai korban.
“Salah satu pelaku berinisial MJ diketahui merupakan buronan Polresta Bengkulu dalam kasus perbuatan asusila terhadap anak berdasarkan empat laporan polisi dari keluarga korban,” jelas Himawan.
Terkait motif dari kejahatan ini bervariasi, beberapa pelaku mengaku mendapatkan kepuasan pribadi, sementara lainnya, seperti DK, menjual konten tersebut untuk keuntungan ekonomi. Dalam keterangannya, DK menetapkan tarif Rp 50.000 untuk 20 video dan Rp 100.000 untuk 40 konten berupa foto dan video.
“Dalam penyelidikan, ditemukan sekitar 400 konten pornografi yang tersimpan di perangkat milik pelaku. Setidaknya ada tiga anak di bawah umur dan satu perempuan dewasa berusia 21 tahun yang teridentifikasi sebagai korban langsung dalam kasus ini,” terang Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri.
Sementara itu Brigjen Nurul Azizah dari Dittipid PPA-PPO dalam kesempatan itu menegaskan bahwa para tersangka akan dijerat pasal berlapis dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp 6 miliar.
“Karena melibatkan anak sebagai korban dan jumlah korban lebih dari satu, maka dimungkinkan adanya pemberatan hukuman,” ujar Nurul.
Untuk menanggulangi kejahatan serupa, sambung Nurul, jajaran Kepolisian akan memperkuat patroli siber dan memperluas kerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk pemblokiran konten yang melanggar hukum.
Di sisi lain, pendekatan preventif juga ditekankan melalui kampanye edukasi publik bertajuk “Rise and Speak, Berani Bicara Selamatkan Sesama”. Kampanye ini dirancang untuk membangun kesadaran masyarakat serta meningkatkan kemampuan aparat dalam memberikan edukasi perlindungan terhadap perempuan dan anak.
“Selain menangani kasusnya, kami mendorong aparat untuk juga menjadi pendidik di tengah masyarakat,” terang Nurul.