Kisah Anggota Brimob Polda NTB Bangun Sekolah Gratis di Senggigi

TBNews.ntb. – Nama Aipda Muzakki, anggota Satuan Brimob Polda NTB begitu familiar di telinga warga Dusun Kerandangan, Desa Senggigi, Kecamatan Batulayar, Lombok Barat. Anggota Brimob kelahiran 1984 ini membangun Yayasan Riyadlul Wardiyah yang bergerak di bidang pendidikan anak kurang mampu di Desa Senggigi.

Kepala Sekolah MI Yayasan Riyadlul Wardiyah Abdul Mugni mengatakan pembangunan yayasan ini diinisiasi oleh Muzakki pada 2004. Yayasan dengan luas 3.000 meter persegi (30 are) itu dibangun di atas lahan yang dihibahkan oleh keluarga Muzakki pada 1996 silam.

“Lahan ini adalah milik kakeknya yang dihibahkan untuk membangun yayasan pendidikan,” kata Mugni ketika ditemui, Minggu (11/2/2024), kemarin.

Pada 2004, masyarakat secara egaliter membantu membangun tiga gedung yayasan. Setelah berdiri, Muzakki pun ditunjuk menjadi ketua yayasan tahun 2005.

“Saat itu dia baru lulus menjadi anggota polisi. Dia mendampingi kami pada proses pengelolaan yayasan sampai sekarang,” cerita Mugni.

Mugni bercerita awalnya Yayasan Riyadlul Wardiyah dibangun karena banyak anak-anak di Dusun Kerandangan yang tidak bisa mengakses pendidikan gratis. Atas kebutuhan itu yayasan ini menjadi alternatif anak-anak mendapatkan sekolah secara gratis tanpa dipungut biaya.

“Banyak anak-anak yang mulanya kesulitan mengakses pendidikan gratis, kami tampung di yayasan tersebut. Jadi Muzakki terus yang membantu mengelola keuangan yayasan ini,” katanya.

“Niat awalnya karena Senggigi juga kan banyak orang barat berwisata, kami ingin anak-anak di sini tidak tergerus oleh adat budaya barat,” lanjut Mugni.

Sebelum yayasan mendapatkan dana Bantuan Operasional (BOS) pada 2010, pendanaan yayasan berasal dari uluran tangan para dermawan. Antara tahun 2006-2009, biaya pendidikan dan gaji guru diperoleh dari sumbangan para pengusaha yang ada di kawasan wisata Senggigi, Lombok Barat.

“Saya ingat betul saya dengan Muzakki meminta dana dengan mengajukan proposal ke berbagai pengusaha. Awalnya kami dapat Rp 6 juta untuk biaya operasional waktu itu,” katanya.

Setelah diajukan ke dinas pendidikan, seluruh siswa akhirnya bisa menerima dana BOS tahun 2010. Dengan dana tersebut, lanjut Mugni, biaya operasional pendidikan mulai berjalan normal.

“Memang anak-anak yang sekolah ini kurang mampu. Jadi kami tidak pungut biaya apapun,” katanya.