Polda NTB Olah TKP Dugaan Kasus Pelecehan Seksual Oknum Dosen UIN Mataram
22 May 2025 - 3:33 WITA
tribratanews.ntb.polri.go.id. – Pihak Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) atas dugaan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang oknum dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, pada Kamis (22/5/2025). Sebanyak 65 adegan diperagakan dalam rekonstruksi yang digelar di dua lokasi berbeda di lingkungan kampus.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB, Kombes Pol. Syarif Hidayat, mengungkapkan bahwa lokasi pertama berada di kamar tidur terduga pelaku, di mana dilakukan 49 adegan yang melibatkan empat korban. Lokasi kedua berada di ruang sekretariat kampus, tempat dilakukannya 16 adegan pelecehan.
“Total ada 65 adegan. Di kamar pelaku kami lakukan 49 adegan untuk empat korban. Sisanya di ruang sekretariat kampus sebanyak 16 adegan,” jelas Kombes Pol. Syarif Hidayat.
Rekonstruksi ini merupakan tindak lanjut dari laporan yang diterima polisi pada Selasa, 20 Mei 2025, dari para korban yang datang didampingi oleh Koalisi Stop Kekerasan Seksual NTB. Sejauh ini, tiga dari tujuh korban yang teridentifikasi telah memberikan keterangan resmi kepada penyidik.
Baca Juga : Kasus Pelecehan Mahasiswi UIN Mataram Naik Penyidikan, Polda NTB Buka Ruang Korban Lain Melapor
Sebelumnya, terduga pelaku berinisial WH secara mengejutkan mendatangi Polda NTB dan memberikan keterangan secara sukarela. WH mengaku telah melakukan pelecehan di dua lokasi berbeda di dalam kampus. Namun, polisi tidak langsung mempercayai pengakuan pelaku tanpa verifikasi lapangan.
“WH datang dan mengaku. Tapi kami tetap perlu mencocokkan dengan keterangan korban melalui interogasi dan olah TKP,” ungkap pejabat utama Polda NTB itu.
Penyidik menyebut bahwa pelecehan ini sudah berlangsung sejak tahun 2021 hingga 2024, dengan pola tindakan yang dilakukan di malam hari di lingkungan asrama putri kampus. Mirisnya, sebagian korban merupakan mahasiswa penerima beasiswa Bidikmisi.
Modus yang digunakan oleh pelaku disebut sebagai manipulasi psikologis, yakni meminta korban menganggapnya sebagai sosok ayah. Meskipun tidak ada tindakan persetubuhan, perbuatan tersebut telah merusak integritas dan keamanan lingkungan pendidikan.
“Kami terus dalami kasus ini. Korbannya tidak satu, jadi ini menjadi atensi serius. Semoga penyelidikan bisa cepat tuntas,” kata Syarif.
Saat ini, kasus telah naik ke tahap penyidikan, dan Polda NTB terus membuka ruang bagi korban lainnya untuk melapor. Polisi memastikan proses hukum dilakukan secara profesional, dengan pendampingan hukum dan perlindungan identitas korban.