Polda NTB Bongkar Sindikat Perdagangan Orang Berkedok Magang ke Jepang

tribratanews.ntb.polri.go.id – Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) mengungkap kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dalam program prioritas Asta Cita yang digalakkan pemerintah.

Kasus tersebut diumumkan pihak Kepolisian melalui konferensi pers di Command Center Polda NTB, Senin (11/11) pagi tadi, dengan dua tersangka yang kini telah ditahan beserta sejumlah barang bukti yang berhasil disita.

“Kasus ini terungkap berkat laporan dari masyarakat. Tindak lanjut dari laporan tersebut membawa penyidik pada investigasi yang akhirnya mengarah pada indikasi praktik perdagangan orang. Berdasarkan temuan bukti-bukti yang cukup kuat, dua tersangka ditetapkan dalam kasus ini,” ujar Direktur Reskrimum Polda NTB Kombes Pol. Syarif Hidayat, S.I.K.,

Kedua tersangka yang berhasil diamankan adalah SE, seorang pria dari Lombok Timur yang berperan sebagai Direktur PT. RSEI, serta WS, seorang perempuan dari Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, yang mengelola Lembaga Pelatihan Kerja (LPK).

“Kedua tersangka diduga merekrut tenaga kerja dengan iming-iming program magang ke Jepang,” jelas Kombes Pol. Syarif.

Menurut hasil penyelidikan, terang dia, WS diduga telah merekrut 28 korban dengan janji magang di Jepang. Para korban diminta membayar biaya antara Rp30 juta hingga Rp49 juta. Namun, hampir setahun setelah pendaftaran pada Desember 2023, mereka belum juga diberangkatkan.

“Atas dasar kekecewaan dengan kenyataan ini, sebanyak 17 korban akhirnya melaporkan kasus tersebut ke pihak berwajib,” Kata Dirreskrimum Polda NTB.

Para korban berasal dari berbagai daerah di NTB, meliputi 6 orang dari Kota Mataram, 5 dari Lombok Barat, 4 dari Lombok Tengah, dan 2 dari Lombok Utara, sementara 11 korban lainnya belum melaporkan kejadian tersebut.

“Modus yang digunakan para pelaku adalah menjanjikan peluang kerja di luar negeri dengan prosedur yang tidak jelas, terutama untuk penempatan di Jepang,” ujar Kombes Pol. Syarif.

Akibat perbuatannya, kedua tersangka dijerat Pasal 11 Jo Pasal 4 UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO serta Pasal 81 Jo Pasal 69 UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Hukuman yang menanti mereka cukup berat, yaitu pidana penjara minimal 3 tahun hingga maksimal 15 tahun, serta denda mulai dari Rp120 juta hingga Rp600 juta.